Menyoroti Keputusan Kemenkumham tentang Pelantikan Kepala Daerah
Pengamat politik menyoroti keputusan Kementerian Dalam Negeri yang mengundur jadwal pelantikan kepala daerah. Keputusan itu dinilai menimbulkan kekosongan kepemimpinan di daerah meskipun dipimpin penjabat (Pj). Sedianya, jadwal pelantikan kepala daerah digelar pada 6 Februari 2025.
Alasan Pengunduran Jadwal Pelantikan
Mendagri, Tito Karnavian, mengatakan pelantikan kemungkinan digelar pada 17 – 20 Februari 2025. Opsi itu disebut menyesuaikan hasil sidang sengketa pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 yang masih berproses di Mahkamah Konstitusi (MK).
Perspektif Pengamat Politik
Pengamat Politik, Kunto Adi Wibowo, menilai keputusan pelantikan kepala daerah yang diundur masih dalam koridor hukum. Namun demikian, waktu pelantikan yang belum jelas dikatakan bakal menimbulkan masalah.
Menurut Kunto, dalam undang-undang (UU), ada putusan yang menghendaki pelantikan kepala daerah dilakukan secara serentak, setelah MK memutus perselisihan hasil pilkada, baik untuk yang diterima maupun ditolak.
Kekhawatiran Terkait Kekosongan Kepemimpinan
Menyoal kekosongan kepemimpinan di 296 daerah, Kunto menggarisbawahi agar jangan sampai kekosongan ini menimbulkan masalah. Hal itu juga semestinya sudah diantisipasi oleh penyelenggara pemilu maupun Kemendagri yang bertanggung jawab terhadap urusan pemerintah daerah.
Menurut Kunto, mengandalkan Pj seringkali memunculkan ketidakpuasan tinggi dari masyarakat, apalagi Pj tidak dipilih oleh rakyat. Mereka duduk dengan wewenang yang seolah-olah jatuh dari langit.
Solusi Terkait Kekosongan Kepemimpinan
Peneliti politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati, mengatakan kekosongan kepemimpinan itu bisa diatasi dengan memperpanjang masa jabatan kepala daerah lama hingga pengganti dilantik.
Wasisto bilang idealnya selama masa transisi, Penjabat (Pj) kepala daerah sebaiknya diisi oleh Sekretaris Daerah (Sekda) yang bisa mempersiapkan aparatur pemerintahan untuk menopang kinerja dan program baru kepala daerah ketika telah dilantik.
Kesimpulan
Dalam konteks pelantikan kepala daerah yang diundur, perlu ada keseimbangan antara kepatuhan terhadap hukum dan kebutuhan akan kestabilan kepemimpinan di daerah. Upaya untuk mengatasi kekosongan kepemimpinan perlu mendapatkan perhatian serius dari semua pihak terkait. Semoga keputusan yang diambil dapat memberikan manfaat dan menghasilkan kepemimpinan yang berkualitas di setiap daerah.