Berita  

Tantangan Akses Pendidikan yang Kelam

Kejadian memilukan dialami seorang murid SD di Kota Medan, Sumatra Utara, yang dihukum guru belajar di lantai selama tiga hari. Siswa kelas IV dari SD Abdi Kusuma berinisial MI (10) itu terpaksa menerima perlakuan diskriminatif tersebut sebab menunggak bayar sumbangan pembinaan pendidikan (SPP). Peristiwa ini baru diketahui orang tua MI, Kamelia (38), ketika datang ke sekolah pada Rabu (8/1/2025). Kaget dan sedih bukan main dirinya, mengetahui sang buah hati sudah menerima perlakuan tersebut selama tiga hari.

Video Viral

Video yang memperlihatkan MI belajar di lantai kelasnya mendadak viral di medsos. Dalam rekaman pendek itu, hanya MI seorang diri yang menulis di lantai dekat papan tulis. Peserta didik lain duduk di kursi masing-masing seperti mestinya. MI disebut menunggak membayar SPP selama tiga bulan dengan besaran Rp180 ribu per bulan.

Pengamat Pendidikan Mengkritisi

Pengamat Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi Universitas Negeri Semarang, Edi Subkhan, menegaskan bahwa hukuman yang diterima MI tidak manusiawi. Keputusan melakukan tindakan tersebut dinilai memperlihatkan kualitas guru yang buruk.

“Karena uang SPP adalah tanggung jawab orang tua, bukan anak kenapa justru anak yang dapat hukuman,” ucap Edi kepada reporter Tirto, Selasa (14/1/2025).

Dampak Psikologis

Edi memandang perlakuan ini tidak manusiawi karena berpotensi menjadikan anak minder. Anak yang dipermalukan lewat embel-embel hukuman, akan menimbulkan perasaan tidak percaya diri, malu, dan merasa dirinya rendah. Paling buruk, kejadian ini bisa membuat anak tidak berminat lagi datang ke sekolah.

Guru seharusnya memahami bahwa aksi hukuman atau punishment harus bersifat edukatif. Jangan sampai hukuman yang diberikan kepada siswa justru merusak mental dan motivasi belajar peserta didik. Terlebih, imbuh Edi, persoalan SPP tidak berkaitan langsung dengan pembelajaran, kenapa justru siswa yang kena hukum.

Peran Sekolah, Masyarakat, dan Pemerintah

Menurut Edi, meskipun terjadi dalam sekolah swasta yang mayoritas aktivitasnya disokong SPP, jangan sampai siswa atau anak yang kena imbasnya. Ketidakmampuan orang tua saat membayar SPP seharusnya menjadi perhatian bersama antara sekolah, masyarakat, dan pemerintah. Sekolah dapat memberikan keringanan atau menunda pembayaran, termasuk menggunakan mekanisme subsidi silang dari orang tua siswa yang mampu.

Masyarakat juga mampu berpartisipasi dengan melakukan pemberdayaan pendidikan. Misal mengorganisir masyarakat untuk mengumpulkan dana untuk dapat digunakan menyantuni siswa dengan ekonomi yang kurang mampu.

“Pemerintah apalagi, punya sumber daya dan kewenangan untuk memberikan beasiswa dan dukungan lain,” tegas Edi.

Perspektif Hukum dan Perlindungan Anak

Kepala Bidang Advokasi dari Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Iman Zanatul Haeri, menilai menghukum anak belajar di lantai karena menunggak bayaran SPP berpotensi melanggar hak anak yang sudah termaktub dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Dalam Pasal 76A terkait hak pendidikan anak menyatakan, setiap orang dilarang memperlakukan anak secara diskriminatif.

Iman mengingatkan bentuk hukuman tersebut dapat mempengaruhi kondisi mental siswa. “Karena menimbulkan rasa malu, tertekan dan gangguan dalam belajar,” ucapnya kepada reporter Tirto.

Reaksi Dinas Pendidikan

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pemerintah Kota Medan, Benny Sinomba Siregar, menyatakan guru yang mengukum MI sudah dijatuhi sanksi skors sementara waktu. Hasil ini diambil usai dinas pendidikan meminta keterangan guru kelas, kepala sekolah, dan pihak Yayasan Abdi Kusuma. Kepala Sekolah Abdi Kusuma, Juli Sari, mengklaim sudah menyelesaikan urusan ini secara kekeluargaan dengan orang tua MI. Ia menyatakan bahwa guru kelasnya berinisiatif sendiri untuk melakukan hukuman, sebab tidak ada aturan demikian di Yayasan Abdi Kusuma.

Perlindungan Anak dan Peran Pemerintah

Komisioner KPAI, Aris Adi Leksono, menjelaskan bahwa seharusnya sudah tidak ada lagi pemberlakuan sanksi bagi siswa yang menunggak pembayaran SPP atau iuran sekolah. Hal ini selaras dengan perlindungan hak anak yang tercantum dalam UU Perlindungan Anak. Maka, praktik hukuman kepada siswa tidak dibenarkan sebab tidak punya dasar regulasi.

“Dan ini menambah daftar panjang praktek-praktek kekerasan dan diskriminasi di satuan pendidikan,” ujar Aris kepada reporter Tirto.

Komitmen Pemerintah dalam Pendidikan

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, menilai tindakan guru yang menghukum siswa duduk di lantai karena belum membayar SPP, tidak sesuai dengan nilai-nilai pendidikan. Ia menyebut sekolah itu terdaftar dalam data penerima dana BOS dan terdapat murid yang menerima bantuan PIP (Program Indonesia Pintar).

Mu’ti mengatakan, permasalahan administrasi sekolah seharusnya dapat ditangani lebih baik tanpa melakukan cara yang kontraproduktif. Kendati demikian, Mu’ti menilai permasalahan ini telah menemukan titik terang. Ia mendapatkan informasi dari Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Sumatera Utara bahwa hal ini merupakan miskomunikasi antara guru dan kebijakan yayasan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *