Proses Undian Lapak PKL Malioboro: Transparansi yang Dipertanyakan
Proses undian lapak bagi pedagang kaki lima (PKL) Teras Malioboro (TM) 2 di lokasi Jalan Beskalan, Kota Yogyakarta, baru-baru ini menuai kontroversi. Adu pendapat antara pihak UPT Pengelolaan Cagar Budaya Kota Yogyakarta dengan komunitas PKL TM 2, dipicu oleh ketidakjelasan dalam proses pengundian lapak yang dinilai tidak transparan dan tidak adil.
Ketua Paguyuban Tri Dharma, Supriyati, mengungkapkan bahwa Pemkot Yogyakarta seharusnya menyediakan kuota sebanyak 406 lapak untuk PKL TM 2. Namun, dalam proses undian yang dilakukan, hanya 334 lapak yang diikutsertakan dalam pengundian. Hal ini menimbulkan kebingungan dan kekecewaan bagi para pedagang.
Menurut Supriyati, proses undian lapak seharusnya dilakukan secara transparan dan adil. Namun, keberadaan 72 lapak yang tidak diikutsertakan dalam undian telah menimbulkan kecurigaan akan adanya ‘pengaturan’ dalam proses tersebut. Hal ini tentu menimbulkan ketidakpuasan bagi para pedagang yang merasa dirugikan.
Dugaan Supriyati mengenai adanya kuota 72 lapak yang dikurangi dari undian untuk diperuntukkan bagi pihak tertentu, menimbulkan pertanyaan tentang keadilan dalam proses tersebut. Proses undian yang seharusnya menjadi sarana untuk memilih secara acak lapak yang tersedia, justru terkesan telah diatur sebelumnya.
Para pedagang dari Paguyuban Tri Dharma yang tergabung dalam PKL TM 2 akhirnya sepakat untuk tidak mengambil undian lapak tersebut sebagai bentuk protes terhadap ketidakjelasan dalam proses undian. Mereka merasa bahwa hal tersebut tidak adil dan merugikan bagi mereka sebagai pedagang.
Upaya untuk menghubungi Ekwanto, Kepala UPT Pengelola Kawasan Cagar Budaya Kota Yogyakarta yang menjadi sosok kunci dalam proses undian lapak tersebut, tidak membuahkan hasil. Ketiadaan respons dari pihak terkait menimbulkan pertanyaan lebih lanjut mengenai transparansi dan akuntabilitas dalam proses tersebut.
Sebelumnya, PKL TM 2 telah melakukan aksi penolakan terhadap relokasi yang diusulkan oleh Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Mereka menolak untuk dipindahkan ke lokasi baru karena merasa bahwa lahan tempat mereka berjualan akan dimasukkan ke dalam proyek Jogja Planning Gallery (JPG). Hal ini menambah kompleksitas dalam masalah yang dihadapi oleh para pedagang.
Dalam menghadapi permasalahan ini, penting bagi pihak terkait untuk memberikan penjelasan yang jelas dan transparan kepada para pedagang. Keberadaan 72 lapak yang tidak diikutsertakan dalam undian harus dijelaskan dengan baik agar tidak menimbulkan ketidakpuasan dan konflik lebih lanjut.
Dalam konteks sosial budaya, keberadaan pedagang kaki lima memiliki peran yang penting dalam mempertahankan warisan budaya dan tradisi lokal. Oleh karena itu, perlakuan yang adil dan transparan dalam proses pengaturan lapak sangatlah penting untuk menjaga keberlangsungan usaha para pedagang.
Kami berharap agar pihak terkait dapat memberikan solusi yang terbaik dalam menyelesaikan permasalahan ini dan memastikan bahwa proses undian lapak bagi PKL TM 2 dilakukan dengan transparansi dan keadilan. Semua pihak harus bekerja sama untuk mencari solusi yang terbaik demi kepentingan bersama.
Penulis: [Nama Anda]
Editor: [Nama Editor Anda]
Tanggal: [Tanggal]
—
Referensi: