Sebagai salah satu kompleks percandian paling unik di Indonesia, Candi Sukuh telah menjadi pusat perhatian bagi para peneliti sejarah dan arkeologi. Meskipun terkenal dengan kontroversi sebagai “candi porno”, Candi Sukuh memiliki keindahan arsitektur dan kekayaan sejarah yang tak ternilai.
Sejarah dan Kontroversi Candi Sukuh
Candi Sukuh seringkali dibandingkan dengan Chichen Itza di Meksiko karena kemiripan visualnya. Beberapa dugaan bahkan menghubungkan kedua candi tersebut secara historis. Namun, yang membuat Candi Sukuh kontroversial adalah adanya relief dan arca yang menggambarkan adegan persetubuhan dan simbol-simbol seksual.
Sebagian orang percaya bahwa objek arkeologi berbentuk phallus di Candi Sukuh dapat meningkatkan kesuburan, terutama bagi perempuan yang ingin hamil. Meskipun kontroversial, Candi Sukuh telah menarik perhatian sejak masa kolonial, dengan para orientalis dan arkeolog tertarik untuk mempelajari lebih lanjut tentang kompleks candi ini.
Penanggalan dan Makna Simbolis
Candi Sukuh pertama kali dibicarakan dalam laporan Residen Johnson dari Surakarta pada tahun 1815, namun popularitasnya meningkat ketika Thomas Stamford Raffles dari Inggris menuliskan tentang candi ini dalam karyanya “The History of Java” pada tahun 1817. Martha A. Muusses berhasil menemukan penanggalan candi ini, menunjukkan bahwa Candi Sukuh didirikan pada akhir zaman Kerajaan Majapahit atau periode keruntuhannya.
Kompleks Percandian Sukuh terdiri dari tiga halaman teras yang mewakili konsepsi tiga tingkatan kesakralan dalam ajaran Hindu. Di bagian utama, terdapat Candi Induk Sukuh yang memiliki tipe bangunan teras berundak. Bangunan ini dihiasi dengan relief-relief yang menggambarkan berbagai cerita mitologis dan simbol-simbol agama Hindu.
Pemujaan Bhima dan Sadewa
Candi Sukuh dikenal sebagai tempat pemujaan Bhima, salah satu anggota Pandawa yang sering digambarkan dalam relief dan arca di kompleks candi ini. Bhima dianggap sebagai mediator manusia dengan Dewa Śiwa, bukan sebagai dewa yang disembah secara langsung. Selain Bhima, Sadewa juga digambarkan dalam relief-relief yang menggambarkan cerita Sudhamala.
Sudhamala merupakan bagian penting dari tradisi ruwat atau melukat dalam kebudayaan Jawa Kuno, di mana Sadewa berhasil meruwat Dewi Durga dengan bantuan Dewa Śiwa. Cerita ini menunjukkan hubungan antara upacara penyucian roh orang yang telah meninggal dengan tradisi ruwat dalam kepercayaan Hindu Jawa.
Mencapai Sunyata melalui Candi Sukuh
Salah satu pesan yang terkandung dalam relief-relief Candi Sukuh adalah tentang mencapai sunyata atau kesucian melalui upacara ruwat. Tradisi ruwat dianggap sebagai cara untuk membersihkan diri dari dosa dan mencapai kesucian spiritual. Dengan memahami makna simbolis dan cerita-cerita yang terkandung dalam Candi Sukuh, kita dapat merenungkan tentang keberagaman budaya dan kekayaan sejarah Indonesia.
Dengan keindahan arsitektur dan kompleksitas sejarahnya, Candi Sukuh menjadi bukti nyata tentang warisan budaya yang harus dilestarikan dan dipelajari. Meskipun kontroversial, kompleks candi ini memiliki pesona dan keunikan yang tidak dapat diabaikan.
Dengan menjaga dan memahami warisan budaya seperti Candi Sukuh, kita dapat lebih menghargai keragaman dan kekayaan sejarah bangsa Indonesia. Mari lestarikan warisan nenek moyang kita untuk generasi mendatang.