Pada Selasa, 14 Agustus 1945, hanya beberapa hari setelah Hiroshima dan Nagasaki dibom atom oleh Angkatan Udara Amerika Serikat, Kekaisaran Jepang akhirnya bertekuk lutut kepada Sekutu. Menurut Perjanjian Potsdam (17 Juli-2 Agustus 1945), Jepang diwajibkan untuk mempertahankan status quo di Hindia Belanda hingga pasukan Sekutu (yang diwakili oleh Inggris) tiba untuk mengambil alih kekuasaan.
Namun, kesepakatan ini secara otomatis mengabaikan hak asasi bangsa Hindia Belanda untuk merdeka. Bahkan, hanya tiga hari setelah Jepang menyerah, orang-orang Hindia Belanda telah memproklamasikan negara baru yang bernama Republik Indonesia.
Perjuangan untuk Kemerdekaan
Republik Indonesia yang dipimpin oleh Sukarno-Hatta tidak pernah merasa terikat dengan perjanjian antara Jepang dan negara-negara pemenang Perang Dunia II. Mereka terus melanjutkan perjuangan mereka untuk meraih kemerdekaan.
Perlawanan terhadap Tentara ke-16 Kekaisaran Jepang, yang sebelumnya berkuasa atas Indonesia, pecah di berbagai kota seperti Bandung, Semarang, Ambarawa, Magelang, Yogyakarta, dan Surabaya. Aksi-aksi ini dilakukan untuk mendapatkan perlengkapan senjata dan memperkuat organ-organ pendukung kemerdekaan Indonesia.
Intelejen Sekutu Tertipu
Ketika pasukan Inggris turun dari HMS Cumberland di Pelabuhan Tanjung Priok pada 15 September 1945, mereka tidak curiga sama sekali. Inggris mempercayai informasi yang diterima dari pihak Belanda.
Informasi intelijen dari tim yang sebelumnya diterjunkan ke Jakarta memicu keputusan Inggris untuk mendaratkan pasukannya. Namun, situasi di lapangan ternyata berbeda dari yang diharapkan.
Politik Sjahrir
Pada 15 November 1945, kabinet presidensial Republik Indonesia berubah menjadi kabinet parlementer di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Sutan Sjahrir. Keputusan ini membuat Belanda dan Inggris merasa agak lega, karena Sjahrir dianggap lebih mudah untuk diatur.
Perundingan antara Inggris dan Indonesia menghasilkan kesepakatan untuk menjadikan Jakarta, Bogor, Bandung, Semarang, dan Surabaya sebagai wilayah netral yang diatur oleh militer Inggris.
Pembangkangan Tentara
Pada 21 November 1945, pasukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) mengadakan serangan terhadap gerbong logistik pasukan Inggris di Bandung. Tindakan ini menunjukkan bahwa perlawanan terhadap kekuasaan Sekutu masih terus berlanjut.
Sikap tegas dari Panglima Tertinggi Sekutu, Letnan Jenderal Montagu George Nort Stopford, membuat Perdana Menteri Sjahrir merasa terpojok. Namun, keputusan untuk tidak mengalah masih tetap dipegang teguh oleh pejuang Indonesia.
Kesimpulan
Perlawanan Indonesia terhadap Sekutu pasca Perang Dunia II menunjukkan keteguhan dan semangat juang bangsa Indonesia untuk meraih kemerdekaan. Meskipun dihadapkan pada tekanan dan ultimatum dari kekuatan asing, para pejuang kemerdekaan tetap bersikap tegas dan tidak mau menyerah begitu saja.
Dengan semangat yang sama, kita sebagai generasi penerus harus terus menghargai perjuangan para pahlawan kita dan menjaga kemerdekaan yang telah begitu sulit diraih ini.