Model kecerdasan buatan antara Cina dan Amerika Serikat (AS) semakin memanas sejak kemunculan DeepSeek R1 pada November 2024 lalu. Tidak hanya itu, sejak diluncurkan pada 2023 lalu, DeepSeek yang mengembangkan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dalam bentuk AI open-source berhasil meraih peringkat teratas sebagai aplikasi yang paling banyak diunduh di AppStore AS, Inggris, dan Cina. Membuat perusahaan asal Hangzhou, Cina timur itu diklaim mampu bersaing dengan teknologi raksasa seperti OpenAI (pemilik ChatGPT), Google, dan Meta.
DeepSeek R1: Revolusi Kecerdasan Buatan
Melalui DeepSeek R1 yang dibangun hanya menggunakan sekitar 2.000 chip komputer generasi lama yang diproduksi oleh Nvidia dan dengan anggaran hanya sekitar 6 juta dolar AS (Rp97,2 miliar, kurs Rp16.200 terhadap dolar AS) untuk daya komputasi. Baik jumlah chip maupun anggaran daya komputasi yang dibutuhkan DeepSeek untuk mengembangkan teknologi AI dengan performa sebanding dengan model terbaru Open AI, yang unggul dalam penalaran bahasa alami, pemrograman, dan matematika.
Perubahan di Pasar Saham Teknologi
Berita tentang kehebatan DeepSeek R1 memicu aksi jual besar-besaran saham teknologi di pasar AS. Pada penutupan perdagangan Senin (27/1/1015), indeks Nasdaq yang sarat emiten teknologi turun sebesar 3,1 persen dan saham Nvidia, raksasa teknologi AS juga anjlok hampir 17 persen.
Respon Pemerintah AS
Selain itu, untuk mempertahankan kepemimpinannya di sektor teknologi, AS mempertimbangkan pembatasan ekspor chip produksi Nvidia Corp. ke perusahaan-perusahaan Cina. Presiden AS, Donald Trump, melalui calon Menteri Perdagangan, Howard Lutnick, memberi sinyal bahwa AS akan membatasi ekspor chip produksi Nvidia Corp. ke perusahaan-perusahaan Cina.
Peluang bagi Indonesia
Berkaca pada keberhasilan DeepSeek, Indonesia memiliki potensi untuk juga mengembangkan ekosistem digital, khususnya AI. Namun, untuk mencapai hal tersebut, diperlukan inovasi dan strategi yang tepat untuk mengatasi masalah limitasi persediaan chip canggih di dunia.
Pasar Pengembangan AI: Potensi Ekonomi Besar
Pasar pengembangan AI dunia memang masih sangat besar. PwC dalam laporan yang dirilis 2022 memprediksi nilai pasar AI global akan mencapai 1,5 triliun dolar AS pada 2030. Sedang berdasar data Statista, nilai pasar AI diproyeksikan mencapai 243,7 miliar dolar AS pada tahun 2025, dengan tingkat pertumbuhan tahunan (CAGR 2025-2030) sebesar 27,67 persen, menghasilkan volume pasar sebesar 826,7 miliar dolar AS pada 2030.
Peran Indonesia dalam Perkembangan AI Global
Indonesia sebagai negara berpenduduk besar dan pengguna internet banyak memiliki potensi untuk menjadi pasar utama dalam persaingan AI antara Cina dan AS. Sebagai negara yang berada di tengah-tengah, Indonesia dapat memanfaatkan posisinya untuk menjadi pasar utama baik untuk ChatGPT maupun DeepSeek.
Tantangan dan Peluang bagi Indonesia
Indonesia membutuhkan dukungan sistem komputer yang kuat, chip handal, dan sumber daya manusia yang mumpuni untuk mengembangkan teknologi AI secara mandiri. Dengan dukungan yang tepat, Indonesia bisa menjadi salah satu pengembang AI dunia dengan memanfaatkan potensi ekonomi yang besar dari pengembangan AI.
Regulasi dan Kolaborasi dalam Pengembangan AI
Untuk merancang regulasi dan mengembangkan teknologi AI, Indonesia membutuhkan kolaborasi dari seluruh pemangku kepentingan, mulai dari industri, akademisi, organisasi non-pemerintah, hingga masyarakat luas. Dengan keterlibatan proaktif semua pihak, Indonesia dapat menjadi bagian dari ekosistem AI global dan memanfaatkan teknologi AI secara maksimal di dalam negeri.