Di tengah hiruk pikuk kota metropolitan Surabaya, terdapat sekelompok petani yang setia menggarap sawah-sawah kecil mereka. Salah satunya adalah Muslihatun, seorang petani berusia 65 tahun yang masih setia menyiangi rumput di tengah teriknya matahari. Meski badannya sudah mulai terasa tua, Muslihatun tetap memperhatikan setiap detil rumput yang menempel di batang tanaman padinya.
Petani yang Tetap Setia Meski Sawahnya Terus Berkurang
Muslihatun menggarap sawah yang dulunya milik orang tuanya di Kelurahan Babat Jerawat, Kecamatan Pakal, Surabaya. Namun, seiring berjalannya waktu, sebagian besar sawah di wilayah tersebut telah dibeli oleh pengembang besar, meninggalkan Muslihatun hanya dengan satu petak sawah yang ia garap sendiri.
Hasil panen yang didapat oleh Muslihatun pun tidaklah banyak. Sebagai contoh, pada panen terakhirnya, ia hanya mampu memperoleh 15 kg gabah. Namun, hasil tersebut harus dibagi bersama anak bontotnya yang tinggal bersamanya, menyisakan sedikit sekali untuk kebutuhan sehari-hari.
Untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, Muslihatun juga bekerja sebagai tukang sapu di Perumahan Bukit Palma yang dimiliki oleh Ciputra Group. Dengan upah Rp40 ribu per hari, ia berusaha keras untuk bertahan hidup di tengah kondisi yang semakin sulit bagi petani di kota.
Realitas Pahit Petani Kota Surabaya
Kisah Muslihatun bukanlah cerita yang unik di kalangan petani Surabaya. Banyak petani lain di Kelurahan Babat Jerawat juga mengalami nasib serupa. Salah satunya adalah Roni, yang hanya memiliki dua petak sawah yang masih ia garap.
Roni menggarap sawahnya sambil bekerja sebagai pembuat gabus balok, dengan upah Rp100 ribu per dua hari. Meski hasil panen yang ia dapatkan tidak seberapa, Roni tetap berusaha untuk menghidupi keluarganya yang tinggal dalam satu kos-kosan.
Kondisi petani di Surabaya semakin terpojok dengan terus berkurangnya lahan pertanian akibat alih fungsi lahan oleh pengembang. Menurut data Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian, luasan lahan pertanian di Surabaya hanya tinggal 1.151 hektar pada tahun 2024, turun dari 1.169 hektar pada tahun sebelumnya.
Harapan untuk Mendorong Kesejahteraan Petani
Untuk meningkatkan kesejahteraan petani, Pemkot Surabaya perlu melakukan langkah-langkah konkret. Salah satunya adalah dengan memperluas areal lahan pertanian hingga 520 hektar, seperti yang telah dijanjikan sebelumnya.
Namun, tidak hanya soal luasan lahan, Pemkot Surabaya juga perlu memperhatikan harga produk petani. Harga yang adil dan menguntungkan bagi petani akan membantu mereka untuk fokus pada pekerjaan pertanian sebagai pekerjaan utama, bukan hanya sebagai profesi sampingan.
Dukungan dalam bentuk infrastruktur irigasi, pembangunan kanal-kanal irigasi, dan peningkatan kapasitas petani juga perlu ditingkatkan. Dengan demikian, petani di Surabaya dapat merasakan hasil jerih payah mereka dengan lebih baik.
Tanpa upaya bersama dari pemerintah dan masyarakat, petani di Surabaya akan semakin terpinggirkan. Regenerasi petani yang mandek dan lahan pertanian yang terus tergerus akan menjadi ancaman serius bagi ketahanan pangan di kota ini.
Masyarakat perlu menyadari pentingnya peran petani dalam menjaga ketahanan pangan dan memastikan kesejahteraan mereka. Dengan langkah-langkah yang tepat dan dukungan yang kuat, petani di Surabaya dapat terus bertahan dan berkontribusi pada pembangunan kota ini.